Kepemimpinan dan Kekuasaan

Menurut Stoner, kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya. Ada tiga implikasi dari definisi tersebut : Pertama, kepemimpinan menyangkut orang lain – bawahan atau pengikut. Kesediaan mereka untuk menerima pengarahan dari pemimpin, anggota kelompok membantu menentukan status/kedudukan pemimpin dan membuat proses kepemimpinan dapat berjalan. Tanpa bawahan, semua kualitas kepemimpinan seorang manajer akan menjadi tidak relevan.Kedua, kepemimpinan menyangkut suatu pembagian kekuasaan yang tidak seimbang di antara para pemimpin dan anggota kelompok. Ketiga, selain dapat memberikan pengarahan kepada para bawahan, pemimpin dapat juga menggunakan pengaruh. Para pemimpin tidak hanya dapat memerintah bawahan apa yang harus dilakukan tetapi juga dapat mempengaruhi bagaimana bawahan melaksanakan perintahnya. Kepemimpinan adalah bagian penting manajemen, tetapi tidak sama dengan manajemen. Kepemimpinan meupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang-orang lain agar dapat bekerja mencapai tujuan dan sasaran. Manajemen mencakup kepemimpinan, tetapi juga mencakup fungsi-fungsi lain seperti perencanaan, pengorganisasian dan pengawasan.

Gaya Kepemimpinan

1. Gaya Manageria Grid Dalam gaya ini manager berhubungan dengan produksi dan orang-orang, disini ditekankan produksi dan hubungan kerja manusianya. Jadi disini bukan ditekankan pada banyak produksi yang harus dihasilkan, dan berapa banyak harus berhubungan dengan bawahannya. Dalam hal ini kualitas keputusan dan kebijakan yang di ambil, memahami proses dan prosedur, penelitian dan kreativitas, memahami kualitas pelayanan sifat, melakukan efisiensi dalam bekerja dan meningkatkan volume hasil. Ada empat gaya kepemimpinan yang dikelompokkan sebagai gaya yang ekstrim sedangkan lainnya hanya satu gaya yang dikatakan ditengah-tengah gaya ekstrim tersebut. Gaya tersebut antara lain : a. Grid 1.1, manajer sedikit melakukan usaha memikirkan orang yang bekerja dengannya, dan produksi yang seharusnya dihasilkan oleh organisasinya. Dalam hal ini manajer hanya menganggap sebagai perantara yang mengkomunikasikan informasi. b. Grid 9.9, manajer mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi untuk memikirkan produksi dan orang yang bekerja dengannya. Manajer yang ini dapat dikatakan sebagai “manajer tim”yang riel (the real team manager). c. Grid 1.9, manajer mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi untuk memikirkan orang yang bekerja dalam organisasinya. Tetapi pemikirannya mengenai produksi rendah. Manajer dapat mencipkakan suasana rilek dalm kerja namun tidak ada satupun orang yang memikirkan tujuan organisasi. d. Grid 9.1, manajer ini menjalankan kepemimpinannya yang otokratis. Manajer seperti ini lebih mengutamakan peningkatan efisiensi pelaksanaan kerja dan tanggung jawab pada orang yang bekerja dalam organisasinya rendah. e. Grid 5.5, manajer seperti ini mempunyai pemikiran yang medium baik pada produksi maupun pada orang-orang. Target kerja tidak terlampau tinggi, dan berbaik hati mendorong orang untuk bekerja lebih baik.

2. Gaya Kepemimpinan Tiga Dimensi dari Reddin Dalam gaya kepemimpinan Reddin tiga dimensi tersebut berhubungan langsung dengan efektivitas dalam modelnya. Selain efektivitas Reddin juga melihat gaya kepemimpinan itu selalu dipulangkan dengan dua hal mendasar yaitu hubungan pemimpin dengan tugas dan hubungan kerja. Dengan demikian gaya kepemimpinan Reddin yang cocok dan mempunyai pengaruh terhadap lingkungannya. Reddin melukiskan gaya kepemimpinannya menjadi empat persegi empat dalam kotak tengah merupakan gaya dasar dari kepemimpinan seorang manajer. Dari gaya kotak tengah ini seterusnya bisa ditarik ke atas dan ke bawah menjadi gaya efektif dan tidak efektif. Gaya yang Efektif dibagi menjadi empat macam antara lain : a. Eksekutif, gaya ini banyak memberikan perhatian pada tugas-tugas pekerjaan dan hubungan kerja. b. Pecinta pengembangan (developer), gaya ini memerikan perhatian yang maksimum terhadap hubungan kerja, dan perhatian yang minimum terhadap tugas-tugas pekerjaan, c. Otokratis yang baik (Benevolent autocrat), gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas , dan perhatian yang minimum terhadap hubungan kerja. d. Birokrat, gaya ini memberikan perhatian yang minimum baik tugas maupun hubungan kerja. Gaya yang tidak efektif, dibagi menjadi empat macam antara lain : a. Pecinta kompromi (Compromisser), gaya ini memberikan perhatian besar pada tugas dan hubungan kerja dalam suatu situasi yang menekankan pada kompromi. b. Missionari, gaya ini memberikan penenkanan yang maksimum pada orang-orang dan hubungan kerja, tetapi memberikan perhatian yang minimum terhadap tugas dengan perilaku yang tidak sesuai. c. Otokrat, gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas dan minimum terhadap hubungan kerja dengan suatu perilaku yang tidak sesuai. d. Lari dari tugas (Deserter), gaya ini sama sekali tidak memberikan perhatian baik pada tugas maupun hubungan kerja.

3. Gaya kepemimpinan kontinum Yang pertama mengenalkan adalah Robert Tanenbaum dan Warren Schmdit. Pada intinya di dalam gaya kepemimpinan kontinum ada dua action yang perlu diperhatikan. Yaitu pemimpin menggunakan otoritasnya dalam gaya kepemimpinan dan pemimpin menunjukkan gaya demokratis dalam gaya kepemimpinan. Dari dua gaya kepemimpinan tersebut terdapat aktivitas pengambilan keputusan yang masih dalam struktur kepemimpinan yang otoriter dan demokratis : a. Pemimpin membuat keputusan dan kemudian mengumumkan kepada bawahannya b. Pemimpin menjual keputusan c. Pemimpin memberikan pemikiran-pemikiran atau ide-ide dan mengundang pertanyaan-pertanyaan d. Pemimpin memberikan keputusan bersifat sementara yang kemungkinan dapat berubah e. Pemimpin memberikan persoalan, meminta saran-saran, dan membuat keputusan f. Pemimpin merumuskan batas-batasnya, dan meminta kelompok bawahan untuk membuat keputusan g. Pemimpin mengizinkan bawahan melakukan fungsi-fungsinya dalam batas-batas yang telah dirumuskan oleh pemimpin

4. Empat Sistem Manajemen dari Likert Menurut Likert bahwa pemimpin itu dapat berhasil jika bergaya “partisipative management”. Gaya ini menetapkan bahwa keberhasilan pemimpin adalah jika berorientasi pada bawahan dan mendasarkan pada komunikasi. Selain itu semua pihak dalam organisasi (pimpinan dan bawahan) menerapkan hubungan atau tata hubungan yang mendukung (supportive relationship). Likert merancang 4 sistem kepemimpinan dalam manajemen sebagai berikut: a. Sistem 1, pemimpin bergaya “exploitive-authiritative”. Manajer sangat otokratis, suka mengeksploitasi bawahan dan bersikap paternalistik. b. Sistem 2, pemimpin dinamakan “Otokratik yang baik hati” (benevolent authoritative). Mempunyai kepercayaan yang terselubung, percaya pada bawahan. c. Sistem 3, manajer konsultatif. Manajer mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahan biasanya dalam hal kalau ia membutuhkan informasi, ide atau pendapat bawahan dan masih menginginkan melakukan pengendalian atas keputusan-keputusan yang dibuatnya. d. Sistem 4, pemimpin yang bergaya kelompok berpartisipatif (partisipative group). Manajer mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap bawahannya.

Menurut Likert manajer yang termasuk sistem 4 mempunyai kesempatan untuk lebih sukses sebagai pemimpin. setiap organisasi yang termasuk sistem manajemen 4 ini adalah sangat efektif di dalam menetapkan tujuan-tujuan dan mencapainya dan pada umumnya organisasi semacam ini lebih produktif.

Kebanyakan orang masih cenderung mengatakan bahwa pemimipin yang efektif mempunyai sifat atau ciri-ciri tertentu yang sangat penting misalnya, kharisma, pandangan ke depan, daya persuasi, dan intensitas. Dan memang, apabila kita berpikir tentang pemimpin yang heroik seperti Napoleon, Washington, Lincoln, Churcill, Sukarno, Jenderal Sudirman, dan sebagainya kita harus mengakui bahwa sifat-sifat seperti itu melekat pada diri mereka dan telah mereka manfaatkan untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.

Kepemimpinan yang Efektif

Barangkali pandangan pesimistis tentang keahlian-keahlian kepemimpinan ini telah menyebabkan munculnya ratusan buku yang membahas kepemimpinan. Terdapat nasihat tentang siapa yang harus ditiru (Attila the Hun), apa yang harus diraih (kedamaian jiwa), apa yang harus dipelajari (kegagalan), apa yang harus diperjuangkan (karisma), perlu tidaknya pendelegasian (kadang-kadang), perlu tidaknya berkolaborasi (mungkin), pemimpin-pemimpin rahasia Amerika (wanita), kualitas-kualitas pribadi dari kepemimpinan (integritas), bagaimana meraih kredibilitas (bisa dipercaya), bagaimana menjadi pemimipin yang otentik (temukan pemimpin dalam diri anda), dan sembilan hukum alam kepemimpinan (jangan tanya). Terdapat lebih dari 3000 buku yang judulnya mengandung kata pemimipin (leader). Bagaimana menjadi pemimpin yang efektif tidak perlu diulas oleh sebuah buku. Guru manajeman terkenal, Peter Drucker, menjawabnya hanya dengan beberapa kalimat: “pondasi dari kepemimpinan yang efektif adalah berpikir berdasar misi organisasi, mendefinisikannya dan menegakkannya, secara jelas dan nyata. Kepemimpinan Karismatik

Max Weber, seorang sosiolog, adalah ilmuan pertama yang membahas kepemimpinan karismatik. Lebih dari seabad yang lalu, ia mendefinisikan karisma (yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti “anugerah”) sebagai “suatu sifat tertentu dari seseorang, yang membedakan mereka dari orang kebanyakan dan biasanya dipandang sebagai kemampuan atau kualitas supernatural, manusia super, atau paling tidak daya-daya istimewa. Kemampuan-kemampuan ini tidak dimiliki oleh orang biasa, tetapi dianggap sebagai kekuatan yang bersumber dari yang Ilahi, dan berdasarkan hal ini seseorang kemudian dianggap sebagai seorang pemimpin.

Kekuasaan

Konsep kekuasaan (power) erat sekali hubungannya dengan konsep kepemimpinan. Dengan memberikan hubungan yang menyeluruh antara kepemimpinan dan kekuasaan, Hersey,Blandchard dan Natemeyer merasakan bahwa para pemimpin seharusnya tidak hanya menilai perilakunya sendiri agar mereka dapat mengerti agaimana mereka mempengaruhi orang lain, akan tetapi juga mereka harus meniti posisi mereka dan cara menggunakan kekuasaan.

Max Weber, kekuasaan sebagai suatu kemungkinan yang membuat seorang actor di dalam suatu hubungan sosial berada dalam suatu jabatan untuk melaksanakan keinginannya sendiri dan yang menghilangkan halangan. Walterd Nord merumuskan kekuasaan itu sebgai suatu kemampuan untuk mempengaruhi aliran energy dan dana yang tersedia untuk mencapai suatu tujuan yang berbeda secara jelas dari tujuan lainnya.

Sumber dan Bentuk Kekuasaan

French dan Raven, membagi atas lima sumber kekuasaan yakni kekuasaan paksaan, kekuasaan keahlian, kekuasaan legitimasi, kekuasaan referensi, dan kekuasaan penghargaan. Pada usaha berikutnya Raven bersama Kruglanski menambahkan kekuasaan keenam yakni kekuasaan informasi. Selanjutnya Hersey dan Goldsmith mengusulkan kekuasaan yang ketujuh yakni kekuasaan hubungan. Kekuasaan paksaan (Coercive Power), kekuasaan ini berdasarkan pada rasa takut. Pemimpin yang mempunyai kekuasaan jenis ini mempunyai kemampuan untuk mengenakan hukuman atau pemecatan.

Kekuasaan legitimasi (Legitimate Power), kekuasaan ini bersumber pada jabatan yang dipegang oleh pemimpin. Semakin tinggi posisi seorang pemimpin, maka semakin besar kekuasaan legitimasinya.

Kekuasaan keahlian (Expert Power), kekuasaan ini bersumber dari keahlian kecakapan, atau pengetahuan yang dimiliki oleh seorang pemimpin yang diwujudkan lewat rasa hormat dan pengaruhnya terhadap orang lain.

Kekuasaan penghargaan (Reward Power), kekuasaan ini bersumber atas kemampuan untuk menyediakan penghargaan atau hadiah bagi orang lain.

Kekuasaan referensi (Referent Power), kekuasaan ini bersumber pada sifat-sifat pribadi dari seorang pemimpin.

Kekuasaan informasi (Information Power), kekuasaan ini bersumber karena adanya akses informasi yang dimiliki oleh pemimpin yang dinilai sangat berharga oleh pengikutnya.

Kekuasaan hubungan (Connection Power), kekuasaan ini bersumber pada hubungan yang dijalin oleh pimpinan dengan orang-orang penting dan berpengaruh baik diluar atau di dalam organisasi.

Aplikasi Sumber-Sumber Kekuasaan pada Kepemimpinan Situasional

Kepemimpinan situasional dapat memberikan perlengkapan untuk memahami dampak potensial dari setiap sumber kekuasaan tersebut. Sebagai seorang pemimpin yang efektif selain menerapkan berbagai gaya kepemimpinan yang sesuai dengan kematangan para pengikut, ia pun seharusnya juga menerapkan berbagai bentuk dan sumber kekuasaan yang sesuai pada pengikut yang sama.

Leave a comment